AqidahCatatan KajianInformasiMa'hadTauhidUncategorized

Kajian Kitab Tauhid (Sabtu, 22 Agustus 2015)

original_22753

Pembicara : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah

Diringkas oleh : Al-Akh Al-Fadhil Irvan Anugrah H. hafizhahullah

Pembahasan kali ini mengenai keyakinan atau akidah yang harus diyakini oleh setiap orang muslim. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang kitab tauhid karangan Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

    Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam mengkaji tentang bahasan Tauhid ibadah/tauhid Uluhiyah, kesemuanya merujuk kepada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau dalam menerangkan selalu menyertakan dalil-dalil, baik itu Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Kemudian beliau juga membahas tentang lawan dari tauhid ibadah, yaitu syirik. Kemudian juga tentang syirik kecil, dan kemudian beliau juga menerangkan tentang hal-hal yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan.

Dalam menjelaskan masalah ini, beliau menjelaskan dalam 66 bab. Perlu diketahui, dakwah di kerajaan Saudi Arabia mulai tersebar luas pada saat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan dakwah.

Awalnya beliau berdakwah di Unaizah- saat ini menjadi markas dakwah Syeikh Shaleh Al-Utsaimin-. Beliau berdakwah di Unaizah, tetapi dakwah beliau ditolak, kemudian beliau pindah ke daerah najd, yaitu Riyadh, dan dakwah beliau diterima di sana. Metode beliau dalam berdakwah ialah beliau tidak langsung secara keras menentang hal-hal kesyirikan dll, tetapi beliau mendekati penguasa setempat, sehingga dakwah beliau tersebar luas di kalangan masyarakat Saudi, hingga tegaklah kerajaan Saudi Arabia dengan dakwah tauhid.

Diantara bukti bahwa dakwah tauhid masih tegak di Saudi ialah, tidak ada kuburan-kuburan yang dikeramatkan, dikeramik,dll. Yang ada hanya kuburan biasa. Ini merupakan salah satu pengaruh dakwah beliau, sehingga Allah memberikan karunia kepada kerajaan Saudi Arabia berupa kekayaan minyak yang berlimpah di sana, terutama di daerah Dammam.

Para Ulama’ memiliki pendapat yang berbeda dalam menjelaskan perkara tauhid ini. Yang dimaksud “berbeda” ialah pembagiannya saja, namun tetap merumus pada hasil yang sama.

Diantaranya ialah menurut Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, mereka membagi tauhid menjadi 2. Perlu diketahui, tauhid berasal dari kata wahhada, yuwahhidu,tauhidan, yang artinya mengesakan. Yang pertama “tauhid fil ma’rifat wa itsbat”, terjemahannya “tauhid dalam pengenalan dan penetapan”. Yaitu mengenal sifat-sifat Allah dan menetapkan Allah sebagai Rabb. Untuk pembagian pertama ini terbagi menjadi dua, yaitu Tauhid Asma wa Sifat, dan Tauhid Rububiyah. Yang kedua, “tauhid thalab wal qashd”, yaitu tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah.

Yang pertama, tauhid Rububiyah ialah, meyakini Allah sebagai Rabb. Yang di dalamnya mengandung 4 keyakinan, yaitu meyakini Allah sebagai Khaliq (pencipta), sebagai Raziq (pemberi rizki), sebagai Al-Malik (penguasa), sebagai Al-Mudabbir (pengatur jagat raya). Dan perlu dipahami, tauhid rububiyah ini menjadi keyakinan orang muslim dan juga orang-orang musyrik, sehingga memiliki tauhid rububiyah saja belum cukup. Diantara buktinya ialah, dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 31
, “Katakanlah, siapa yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi ? Dan siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan kalian….” , Kemudian surat Az-Zukhruf ayat 87, mereka masih mengakui tauhid rububiyah, kemudian di surat Al-Ankabut ayat 63.

Iman mereka itu hanya sekedar mengakui Allah yang menciptakan mereka, memberi rizki, mematikan,dll. Tetapi mereka tetap berbuat kesyirikan dalam hal ibadah kepada Allah. Maka harus ada pembeda antara orang musyrik dengan orang muslim.

Kemudian ialah Tauhid Asma Wa Shifat, yaitu menetapkan nama dan sifat sempurna bagi Allah tanpa menolak atau menyelewengkan dan juga tanpa diserupakan dengan makhluk. Berkaitan dengan tauhid ini, Syaikh Sulaiman At-Tamimi -cucu Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab-, mengatakan tauhid ini juga tidak cukup menjadikan seorang sebagai seorang muslim, bahkan wajib baginya untuk meyakini tauhid ibadah yang merupakan konsekuensi dari meyakini tauhid rububiyah dan asma wa shifat. Dan orang kafir pun meyakini tauhid Asma wa Shifat, walaupun sebagian mereka mengingkari sebagian nama dan sifat Allah.

Kemudian, tauhid uluhiyah, ialah meyakini bahwa Allah lah satu-satunya yang boleh ditujukan ibadah. Keistimewaan tauhid uluhiyah ialah dakwah pertama para rasul, kemudian merealisasikan tauhid ini adalah tujuan diciptakannya manusia, kemudian tauhid uluhiyah adalah sebab diutusnya para rasul, kemudian tauhid ini merupakan sebab kitab-kitab samawi itu diturunkan; tujuannya untuk mendakwahkan tauhid, dengan tujuan mentauhidkan Allah, dan yang terakhir ialah tauhid ini menjadi pembeda antara orang mukmin dan orang kafir.

Dan perlu dipahami bahwa orang kafir paham bagaimana dakwah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikisahkan pada suatu waktu Heraclius berbincang-bincang pada Abu Sufyan yang pada saat itu ia masih kafir, kemudian Heraclius bertanya apa yang Muhammad dakwahkan kepada kalian ? lalu Abu Sufyan menjawab “Sembahlah Allah semata, dan janganlah kalian berbuat syirik kepada satu makhlukpun, beribadah hanya kepada Allah semata, dan tinggalkanlah perkataan-perkataan nenek moyang kalian”, maksudnya tradisi yang bertentangan dengan tauhid.

Maka Heraclius membenarkan itu, tetapi ia tidak masuk islam karena dia merasa tidak enakan dengan pengikutnya, atau faktor lainnya. Dan tauhid uluhiyah dinamakan demikian karena tauhid ini memerintahkan untuk memurnikan ilah hanya pada Allah, yang berhak disembah hanya Allah. Kemudian tauhid ini juga disebut dengan tauhid thalab wa qashd, karena berkaitan dengan niat yang murni, yang semata-mata karena Allah. Kemudian juga disebut dengan tauhid ibadah, karena mengandung pengertian memurnikan ibadah pada Allah semata. Kemudian juga disebut dengan tauhid amal, karena mengandung pengertian setiap amal harus dimurnikan/ditujukan kepada Allah semata.

Kemudian juga, keistimewaannya ialah, setiap ayat Al-Qur’an selalu mengajak kepada tauhid ibadah, menyembah Allah semata. Seluruh ibadah harus dikembalikan kepada Allah SWT, baik ibadah lahir maupun batin. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami tauhid, mempelajari tauhid, dan merealisasikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari.

Dan juga perlu dipahami bahwasanya ketika ada yang bertanya, “mana dalilnya anda mengatakan tauhid itu terbagi tiga”? memang tidak ada nash dari Qur’an maupun Hadits yang menyatakan tauhid terbagi tiga, akan tetapi hal demikian bisa terjadi karena adanya pengkajian, melalui proses menelaah, dan seterusnya.
Sama seperti pembagian kalimat dalam bahasa arab, yaitu isim,fi’il,dan harf. Ketiga ini tidak memiliki dalil, tetapi karena melalui pengkajian dan penelitian maka ditetapkan demikian. Wallahu A’lam bisshawab.
—–
NB : Jadwal kajian rutin Ustadz Abduh di Ma’had Al-Mubarok setiap hari Sabtu Pkl. 09.00-10.00 WIB dengan membahas Kitab Tauhid, terbuka untuk umum, putra/putri. Tempat kajian di Masjid Muthohharoh, Ngebel, Jl. Abimanyu, selatan UMY.

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *