AkhlaqAmalIlmuMutiara HikmahNasehat

Jalan-Jalan Keselamatan [7]

1392745722_BEXxEx_CMAEb96U

[7] Terus Menimba Ilmu Dan Mengamalkannya

Senantiasa menimba ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah jalan menuju keselamatan dari murka Allah dan kesesatan.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah subhanahu menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah/bumi tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu.” (lihat al-‘Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227).

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Seorang yang berilmu bisa mengenali fitnah di saat kemunculannya. Apabila fitnah itu telah berlalu, maka orang yang berilmu dan jahil/tidak berilmu pun bisa sama-sama mengetahuinya.” (lihat al-Fitnah wa Atsaruha al-Mudammirah, hal. 218)

Luqman al-Hakim berkata kepada putranya, “Wahai putraku, duduklah bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu. Karena sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati dengan hikmah sebagaimana menghidupkan tanah yang mati dengan curahan hujan deras dari langit.” (lihat al-Fitnah, hal. 220)

al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Ilmu itu ada dua macam. Ilmu yang tertancap di dalam hati dan ilmu yang sekedar berhenti di lisan. Ilmu yang tertancap di hati itulah ilmu yang bermanfaat, sedangkan ilmu yang hanya berhenti di lisan itu merupakan hujjah/bukti bagi Allah untuk menghukum hamba-hamba-Nya.” (lihat al-Iman, takhrij al-Albani, hal. 22)

Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah beramal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-‘Ilmi al-‘Amal, hal. 44-45)

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Barangsiapa melakukan suatu amal tanpa landasan ilmu maka apa-apa yang dia rusak itu justru lebih banyak daripada apa-apa yang dia perbaiki.” (lihat Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Orang yang diberikan kenikmatan kepada mereka itu adalah orang yang mengambil ilmu dan amal. Adapun orang yang dimurkai adalah orang-orang yang mengambil ilmu dan meninggalkan amal. Dan orang-orang yang sesat adalah orang-orang yang mengambil amal namun meninggalkan ilmu.” (lihat Syarh Ba’dhu Fawa’id Surah al-Fatihah, hal. 25)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bukanlah letak kebaikan seorang insan itu ketika dia telah mengetahui kebenaran tanpa dibarengi kecintaan kepadanya, keinginan, dan kesetiaan untuk mengikutinya. Sebagaimana kebahagiaannya tidaklah terletak pada keadaan dirinya yang telah mengenal Allah dan mengakui apa-apa yang menjadi hak-Nya [ibadah] apabila dia tidak mencintai Allah, beribadah, dan taat kepada-Nya. Bahkan, orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat kelak adalah orang yang berilmu namun tidak beramal dengannya. Dan telah dimaklumi bahwa hakikat iman adalah pengakuan/ikrar, bukan semata-mata pembenaran/tashdiq. Di dalam ikrar/pengakuan itu telah terkandung; ucapan hati [qaul qalbi] yaitu adalah berupa tashdiq/pembenaran, dan juga amalan hati [‘amalul qalbi] yaitu berupa inqiyad/kepatuhan.” (lihat Mawa’izh Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, oleh Syaikh Shalih Ahmad asy-Syami, hal. 92)

Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata, “Perumpamaan seorang yang mempelajari suatu ilmu namun dia tidak mau mengamalkannya adalah seperti seorang dokter yang memiliki obat-obatan akan tetapi tidak mau berobat dengannya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 571)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Tidaklah aku menyesali sesuatu sebagaimana penyesalanku terhadap suatu hari yang tenggelam matahari pada hari itu sehingga berkuranglah ajalku padanya sedangkan amalku tidak kunjung bertambah.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i [2/11])

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata: Dahulu ibuku berpesan kepadaku, “Wahai anakku, janganlah kamu menuntut ilmu kecuali jika kamu berniat mengamalkannya. Kalau tidak, maka ia akan menjadi bencana bagimu di hari kiamat.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 579)

Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menimba ilmu untuk beramal maka Allah akan berikan taufik kepadanya. Dan barangsiapa yang menimba ilmu bukan untuk beramal maka semakin banyak illmu akan justru membuatnya semakin bertambah congkak.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 575-576)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dicapai semata-mata dengan menghiasi penampilan atau berangan-angan, akan tetapi iman adalah apa yang tertanam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1124)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sebagian orang enggan untuk mudaawamah [kontinyu dalam beramal]. Demi Allah, bukanlah seorang mukmin yang hanya beramal selama sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun. Tidak, demi Allah! Allah tidak menjadikan batas akhir beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1160)

Muslim bin Yasar rahimahullah berkata, “Beramallah seperti halnya amalan seorang lelaki yang tidak bisa menyelamatkan dirinya kecuali amalnya. Dan bertawakallah sebagaimana tawakalnya seorang lelaki yang tidak akan menimpa dirinya kecuali apa yang ditetapkan Allah ‘azza wa jalla untuknya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 561)

Redaksi

Redaksi al-mubarok.com dikelola oleh relawan dan pegiat dakwah Masjid Jami' al-Mubarok (MJM) YAPADI Yogyakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *